Tradisiini telah berlangsung selama ratusan tahun, sejak Islam diperkenalkan ke Banyuwangi oleh Sunan Giri. Pada Pawai Endog, ribuan telur rebus dihias, ditusuk menggunakan kayu, lalu ditancapkan ke batang pohon pisang. Selain telur, batang pohon pisang juga dihias dengan beragam dekorasi kertas. Setelah diarak, telur-telur rebus tersebut akan diperebutkan para warga.
MaulidNabi di Sumatra Barat Peringatan Maulid Nabi di Sumatra Barat dirayakan dengan cara setiap keluarga membuat pohon hias dengan uang kertas yang disebut Bungo Lado sebagai daunnya. Pohon hias ini kemudian disumbangkan ke panti asuhan. 3. Maulid Nabi di Jepara Di Jepara, Maulid Nabi dirayakan dengan membaca kitab al-Barzanji.
UjarDr Muh Ali Rusdi Bedong Mengenai hal itu, ia mengungkap 3 hal kebiasaan masyarakat Pattae dalam memperingati maulid Nabi yaitu, Maccakkiri (Dzikir), membuat makanan khas (Sokko), Telur dengan hiasan yang di tancapkan ke pohon Pisang ( Balajuk) dan " Bage-bage barakka ".
Tidakhanya pohon telur hias, mereka juga menyertakan nasi tumpeng, dan nasi kotak, untuk sajian kepada warga yang hadir nantinya. "Setiap tahun kita selalu mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dengan dana swadaya dari masyarakat, di sini kita melibatkan tiga RT yakni RT 3, RT 5, dan RT 6, nantinya akan dikumpulkan di Masjid Darul
Bahkantidak sedikit dalam acara Muludan buah dibentuk sedemikian rupa, ditempelkan ke gedebok pisang. Membentuk gunungan. Dan berbagai mavmcam cara. Sepertinya belum ada pendapat dan penelitian yang mendalam mengapa acara muludan identik dengan buah-buahan. Setiap perayaan maulid Nabi Muhammad, buah selalu menjadi suguhan.
Carauntuk membuat hiasan bunga telur yang biasa dipakai saat maulid nabi. Menghias Telor Pada Maulid Nabi Saw Youtube . Pertama siapkan kulit telur berukuran besar dengan lubang kecil di bagian ujung. Cara membuat hiasan telur maulid dari kertas minyak. Jangan lupa hias bagian luar kulit telur dengan cat berwarna metalik.
ContohHiasan Telur Maulid pozie Hiasan Pohon Pisang Untuk Maulid Sumber : Yang Aku Tulis Lomba Menghias Telur Sumber : zaida5.blogspot.com 45 Contoh Bunga Hiasan Telur Maulid Terpopuler Sumber : tanamancantik.com hoax city travel Maulid Telur Ember dan Hari Senin Sumber : keepox.blogspot.com Terkeren 15
NMtkk. › Endog-endogan bentuk sukacita warga Banyuwangi merayakan Maulid Nabi. Catatan tertua tradisi ini ditemukan pada laporan Raden Sudira yang diperkirakan ditulis tahun 1932. Artinya, tradisi itu sudah ada sebelum 1930-an. ARSIP PEMDA BANYUWANGI 2019 Anak-anak mengambil telur yang dihias dan ditusuk menggunakan bilah bambu ke batang pohon pisang dalam perayaan Maulid Nabi tahun 2019 di Banyuwangi, Jawa Nabi dirayakan di sejumlah daerah dengan berbagai cara. Di Banyuwangi, Jawa Timur, arak-arakan kembang telur menjadi salah satu yang khas di setiap perayaan Maulid Banyuwangi biasa menyebut tradisi tersebut dengan nama endog-endogan. Dalam Bahasa Jawa, endog berarti telur. Umumnya telur yang digunakan saat ini ialah telur ayam. Telur tersebut mula-mula direbus hingga matang. Selanjutnya, kertas warna-warni digunakan untuk menghias telur-telur tersebut. Telur yang dihias itu lantas ditusuk menggunakan bilah bambu. Selanjutnya, bilah-bilah bambu yang sudah ditusuk telur tersebut ditancapkan ke batang pohon pisang. Batang pohon pisang seolah menjadi pohon telur yang rimbun dan meriah karena hiasan INDRA RIATMOKO Warga berebut isi gunungan yang diyakini membawa berkah dalam Grebeg Maulud di kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis 24/13. Di Banyuwangi, ada juga tradisi serupa, yakni cukup sampai di situ, pohon telur tersebut lantas diarak oleh anak-anak berkeliling kampung di sekitar masjid. Anak-anak mengaraknya sembari melantunkan lamaPenulis buku Islam Blambangan, Ayung Notonegoro, mengatakan, tradisi endog-endogan merupakan tradisi yang sudah lama tumbuh dan berkembang di Banyuwangi. Kalaupun ada tradisi serupa di daerah lain, ia menduga, tradisi itu dibawa oleh perantau asli Banyuwangi ke daerah-daerah sejak kapan tradisi itu muncul di Banyuwangi? Ayung mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan kapan tepatnya tradisi itu muncul di Banyuwangi. Namun, ada literatur yang menyebutkan bahwa sejak tahun 1930, tradisi itu sudah ada.”Catatan tertua tentang tradisi endog-endogan yang kami temukan ialah laporan dari Raden Sudira. Catatan yang diperkirakan ditulis pada tahun 1932 itu sudah menyebutkan tentang tradisi endog-endogan. Kalau di tahun tersebut sudah dituliskan, itu artinya tradisi itu sudah ada sebelum tahun 1932,” juga Tradisi Maulid Nabi di Keraton Kanoman Semarak meski PandemiARSIP PERPUSTAKAAN FAKULTAS SASTRA UI Catatan Raden Sudira tentang tradisi tersebut, lanjut Ayung, ditulis oleh Raden Sudira atas permintaan Th Pegeaud, seorang peneliti kesusastraan Jawa sekaligus pejabat di Java tersebut kini tersimpan di Perpustakaan Universitas Indonesia. Dalam catatannya, Raden Sudira menulis tentang suguhan yang biasa disajikan dalam acara Maulid Moeloed, Kawit tanggal 12 sa’oeroete, slametan koempoel ana ring mesdjid, roepa sega keboeli lan sego goerih, dioewoer-oeweri iris-irisan dadar endog, iris-irisan timoen, serondeng, gorengan iwak pitik, iwak sagara, dendeng, aseman, djangan goele iwak wedoes iwak sapi, djadjan roepa-roepa, woh-wohan lan endog-endogan, pada nganggo diwadahi antjak ana oega kang nganggo piring pandjang nanging moeng sawatara kawait djam ½ 9 esoek mangkat dikir-moleoed sampe djam 11 leren noeli slametan kakarene kang dipangan troes dikrekas lan olih sidji oetawa loro kurang catatan itu menyebutkan, pada bulan Maulid atau kelahiran Nabi Muhammad SAW ada tradisi berkumpul di masjid. Ada suguhan nasi kebuli dan nasi gurih dengan taburan telur dadar, irisan timun, serundeng, ayam goreng, ikan, dendeng, aseman, gulai kambing, aneka jajanan, hingga hasil tanam rambat. Makanan itu diwadahi ancak atau tampah atau piring panjang. Makanan itu pun dihidangkan dalam acara zikir Maulid pada pukul sampai pukul Adapun telur-telur diambil satu atau dua butir untuk dibawa PEMDA BANYUWANGI 2019 Sejumlah warga bersiap menikmati hidangan yang tersaji di atas ancak. Mereka juga memegang telur yang dihias dengan kertas warna-warni menyerupai bunga atau buah. Momen ini digelar sebelum pandemi hanya itu, Raden Sudira juga menambahkan gambar keterangan pohon endog-endogan. Ia merinci warna dan hiasan yang digunakan dalam pohon endog-endogan sana tertulis, telur yang digunakan ialah telur bebek yang diwarnai merah. Adapun hiasan kertas berwarna dipadukan antara warna merah dan hijau. Sementara bilah bambu dililit kertas warna merah dan kuning. Batang pohon pisang dililit kertas merah dan peti tempat mendirikan batang pohon dibungkus kertas halnya potongan bambu yang dihias bunga dan buah endog, kelahiran Muhammad digambarkan sebagai peristiwa penuh berkah bagi semesta mengatakan, penggunaan telur dan aneka hiasan tersebut menyimpan makna mendalam. Pemaknaan ini dipercaya berawal dari buah pemikiran KH Abdullah Faqih asal Desa Cemoro, Kecamatan Songgon, yang turun-temurun dan tersebar melalui tradisi tutur.”Ada pesan simbolik yang menggambarkan proses kelahiran Rasulullah. Seperti halnya potongan bambu yang dihias bunga dan buah endog, kelahiran Muhammad digambarkan sebagai peristiwa penuh berkah bagi semesta alam. Pohon bambu yang tak berbunga dan berbuah pun, pada saat kelahiran Nabi, semuanya berbunga dan berbuah,” PUTRANTO Iring-iringan rombongan Barong Ider Bumi berkeliling desa didampingi petugas gugus tugas Covid-19 di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Senin 25/5/2020. Selain endog-endogan, ada barong yang menjadi tradisi tahunan Syawal di menambahkan, dari tradisi tutur itu pula dikisahkan makna atau pesan yang tersimpan dari wujud telur. Makna itu terinspirasi oleh lapisan juga Tradisi Rebutan Sambut Maulid Nabi Muhammad SAW di SidoarjoKulit telur dinilai sebagai lambang keislaman, ini merupakan identitas seorang Muslim. Sementara putih telur melambangkan keimanan. Warna putih tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang beragama Islam harus memiliki keimanan yang suci dan bersih dengan memercayai dan melaksanakan perintah Allah.”Sedangkan kuning telur melambangkan keihsanan. Seorang Islam yang beriman akan memasrahkan diri dan ikhlas dengan semua ketentuan Allah,” pohon telur warna-warni itu diarak keliling kampung di sekitar lingkungan masjid. Rute yang dipilih biasanya memutar ke arah sebelah kiri, berlawanan dengan arah jarum jam. Seperti yang ditulis Raden Sugira, tradisi endog-endogan semakin lengkap dengan hidangan sego berkat. Hidangan itu disajikan di atas ancak, merupakan wadah dari pelepah daun pisang dengan alas anyaman Banyuwangi, Aekanu Hariono, menambahkan, tradisi endog-endogan tak terlepas dari konsep hablum minallah hablum minannas hablum minal alam. Konsep tersebut menggambarkan hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan juga Presiden Tingkatkan Kepedulian, Teladani Nabi Muhammad SAWARSIP PEMDA BANYUWANGI 2018 Umat berkumpul di Masjid Agung Baiturrahman, Banyuwangi, dalam perayaan Maulid Nabi tahun 2018. Aneka hiasan berupa pohon telur tampak di sudut-sudut masjid.”Jelas ini adalah perayaan milad, hari kelahiran Nabi Muhammad yang dirayakan umat-Nya. Penggunaan bahan-bahan dari alam, seperti batang, pelepah, dan daun pisang hingga buluh bambu, menggambarkan hubungan manusia dengan alam. Sedangkan arak-arakan keliling kampung merupakan cara syiar yang menandai hubungan manusia dengan sesamanya,” Banyuwangi, tradisi endog-endogan untuk memperingati Maulid Nabi dirayakan sangat meriah. Anak-anak berkeliling kampung hingga jalan raya sambil melantunkan swalawat. Hampir setiap masjid menggelar tradisi bagaimana perayaan Maulid Nabi di tempat Anda?
– Perayaan Maulid Nabi Muhammad di Indonesia akan jatuh pada 29 Oktober 2020. Seperti halnya perayaan lain, Maulid Nabi Muhammad diwarnai dengan aneka tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia. Baca juga Filosofi Bubur Merah Putih khas Tahun Baru Islam, Representasi Perempuan dan Lelaki Setiap tradisi masyarakat tak bisa dipisahkan dari kuliner khas. Beberapa di antaranya bahkan hanya muncul di perayaan Maulid Nabi Muhammad ini makanan yang muncul khas untuk perayaan Maulid Nabi Muhammad di beberapa daerah di Indonesia seperti dilansir dari berbagai sumber. KOMPAS/WINARTO HERUSANSONO Kirab dengan memikul buah-buahan dan hasil bumi menjadi daya tarik tradisi ampyang Maulid yang diadakan warga di halaman Masjid Wali At-Taqwa, Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, pekan lalu. Ampyang Maulid merupakan tradisi warga untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. 1. Ampyang Maulid Dilansir dari Ampyang Maulid berasal dari Kudus, Jawa Tengah. Ampyang adalah tandu yang berisi nasi kepel dibungkus dengan daun jati. Nasi bungkus ini kemudian dirangkai menjadi mirip gunungan setinggi 1,5 meter. Selain nasi kepel, ada pula gunungan berisi buah-buahan dan hasil sayuran lain. Ampyang berisi nasi lengkap dengan kerupuk dan sayur yang dibungkus daun jati. Ratusan nasi bungkus ini kemudian akan diperebutkan warga. Sebelumnya ampyang didoakan lebih dahulu oleh tokoh pemuka dan sesepuh agama Islam di Loram Kulon. Pembagian ampyang jadi puncak acara setelah kirab berakhir. Y ZAMZAMI Kuah Beulangong sudah siap disajikan untuk dinikmati bersama-sama. 2. Kuah Beulangong Kari kambing khas Aceh ini sebenarnya tak hanya muncul di perayaan Maulid Nabi saja. Masyarakat Aceh biasanya memasak kuah beulangong di berbagai perayaan, seperti kenduri, penyambutan kelahiran, pesta pernikahan, dan masih banyak lagi. Dilansir dari Tribun Travel, kuah beulangong adalah kuah kari kambing yang dimasak ke dalam beulangong. Beulangong merupakan belanga yang berukuran sangat besar. Kuah beulangong terdiri dari daging kambing yang dicampur dengan nangka muda. Kontributor Kendal, Slamet Priyatin Gunungan Sumpil saat diarak oleh warga, Minggu 7/5/2017. 3. Sumpil Masyarakat Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah punya makanan khas yang muncul di perayaan Maulid Nabi Muhammad. Sumpil adalah makanan berbahan dasar beras. Mirip dengan ketupat, tapi dibungkus dengan daun bambu dan dibentuk limas segitiga. Baca juga Sumpil Makanan Khas KaliwunguBiasanya sumpil dimakan bersama sambal kelapa. Sumpil bisa ditemukan dalam tradisi weh-wehan atau hantaran saat peringatan Maulid Nabi Muhammad. Konon sumpil diperkenalkan sejak zaman Sunan Kalijaga. Bentuk limas segitiga ini dilansir memiliki arti sendiri. Garis segitiga ke atas menandakan hubungan antara manusia dengan Allah atau habluminallah. Sementara garis ke bawah menandakan hubungan sesama manusia atau habluminannas. 4. Nasi Suci Ulam Sari Di Pacitan, Jawa Timur, ada nasi suci ulam sari yang khas muncul saat perayaan Maulid Nabi Muhammad. Nasi ini merupakan simbol permohonan masyarakat supaya dijauhkan dari mara bahaya dan diberkahi Tuhan. Biasanya nasi suci ulam sari disajikan pada malam 12 Rabiul Awal. Nasi ini dibawa setiap kepala keluarga ke rumah tokoh masyarakat atau masjid kampung. Nasinya sendiri berupa nasi uduk yang dibentuk tumpeng berbagai ukuran. Kemudian di atasnya diberi lauk ayam utuh yang direbus dan ditambah pelengkap lain seperti sayuran. ROSYID A AZHAR Walima, perayaan maulid Nabi Muhammad di desa Bongo yang menyajikan arak-arakan kue kolombengi diusung dalam Tolangga. 5. Kue Kolombengi dan Wapili Kue kolombengi dan wapili menjadi hiasan tolangga atau usungan untuk menyambut perayaan walima atau Maulid Nabi Muhammad di Gorontalo. Dilansir dari tolanggan dibuat dari kayu atau rotan yang berbentuk menara atau perahu. Dari pucuk sampai ke bawah, biasanya dipenuhi oleh dua jenis kue khas ini. Kolombengi atau plemben terbuat dari telur dan tepung terigu. Biasanya masyarakat sudah membuat kue kolombengi sejak beberapa hari sebelum perayaan Maulid karena jumlah yang dibutuhkan bisa mencapai ribuan kue. Sementara kue wapili atau wafel memang mirip dengan waffle khas Belgia. Bedanya, kue ini dibuat dengan bahan berupa tepung beras, gula merah, santan, dan telur. Namun secara umum tekstur dan tampilan antara wapili dan waffle hampir sama. ARSIP HUMAS PEMKAB BANYUWANGI Kembang Endog pada Festival Endog-endogan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Banyuwangi, Jatim, Selasa 20/11/2018 6. Endog-endogan Tradisi yang berlangsung di Kabupaten Banyuwangi ini khusus dilakukan pada Maulid Nabi. Dilansir dari masyarakat Banyuwangi menyebutnya Tradisi Muludan Endog-endogan. Endog dalam bahasa Indonesia artinya telur. Telur direbus biasa lalu ditusuk dengan bambu kecil. Tusukan tersebut kemudian dihias dengan kembang kertas yang disebut kembang endog. Kembang endog ini lalu ditancapkan pada jodang, yakni pohon pisang yang juga dihias dengan kertas warna-warni. Jodang-jodang tersebut kemudian diarak keliling kampung. Diiringi dengan alat musik tradisional seperti alat musik patrol, terbang, atau rebana. Setelahnya, barulah telur dibagikan pada masyarakat selepas pengajian dan makan bersama. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
– Peringatan Maulid sebagai bagian dari syiar Islam juga dapat dilihat dari perspektif kebudayaan, yakni adat dan tradisi masyarakat yang selain mereka mentradisikan hiasan telur, juga ada hiasan pohon pisang. Pohon pisang yang padanya ditancapkan telur saat maulid, memiliki makna filosofi merujuk pada firman Allah, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak… perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan perhatikan pula kematangannya. Sesungguhnya, pada yang demikian itu ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman. QS. al-An’am/6 99. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Tuhanmu telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik,… perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu mengingatnya. QS. Ibrahim/14 24-25. Al-Qur’an kemudian menyebutkan bahwa pisang sebagai salah satu buah-buahan surga, berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon-pohon pisang yang bersusun-susun buahnya, ares nya yang tercurah, buah-buahan banyak tanpa putus.. QS. al-Waqi’ah/56 28-31. Demikian firman Allah yang menggambarkan bahwa pohon pisang harus dijadikan ibrah pada momen maulid. Ayat tersebut pada klausa Wa Thalhin Mandhuudin pohon pisang bersusun sistemik sebagai melahirkan tunas-tunasnya. Demikian kenyatannya bahwa pohon pisang tidak mati sebelum bertunas, memberi gambaran yang baik mengenai alih generasi. Maulid selain mengenang hari lahir Nabi saw juga hari wafatnya yang sepeninggalnya muncul tunas-tunas generasi sahabat berilian yang secara filosofis pohon pisang telah mengajarkan secara simbolik kepada manusia agar menyiapkan kaderisasi sebagai bentuk regenerasi untuk kelanjutan dakwah risalah kenabian. Pada pohon pisang ada daun-daun, itu bagian dari tunas-tunas generasi yang diharapkan mengayomi karena daun identik dengan wadah pengalas dan dijadikan penutup atau pembungkus makanan saat maulid bagaikan payung, diharapkan kepada kita untuk mampu menjadi panyung, memanyungi umat. Daun pisang yang sudah digunakan dan mengering, atau tangkai daun yang sudah kering dapat pula dimanfaatkan manusia sebagai bahan bakar disimbolkan sebagai pemicu bagi bahan bakar kayu yang lebih kuat. Ini semua dimaknakan sebagai pemberi energi kehidupan, pemberi semangat bagi manusia untuk menjalani kehidupan seperti yang dialami oleh Nabi saw yang diperingati maulidnya ini. Batang pisang yang bentuknya berserat-serat panjang itu, dimanfaatkan manusia menjadi tali-temali yang dipintal, dan sebagian lagi ada digunakan sebagai pita-pita untuk bahan anyaman menjadi benda-benda pakai seperti tas, dompet, sarung bantal kursi dan lain-lain sebagai simbolisasi agar kita bermanfaat dan mampu memberi manfaat. Bahkan batang pisang yang sudah lapuk pun dijadikan sebagai penyubur tanah pertanian. Ini semua menggambarkan agar melalui maulid, manusia mampu menjadirikan dirinya bermanfaat untuk sesamanya dan untuk makhluk lain. Hadis Nabi saw, khaerun nas anfa’ahum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat terhadap sesamanya. Dengan maulid Nabi Saw, mari kita mengambil hikmah dan manfaat sebanyak-banyaknya, mengenang jati diri kita bagai pohon pisang, pohon bidara yang tidak berduri QS. al-Waqi’ah/56 28, tidak menjadi sampah dan benalu di tengah-tengah masyarakat. Amiiin…! Wallahu A’lam. Penulis Mahmud Suyuti, Dosen Ilmu Hadis Universitas Islam Makassar, Komisioner Baznas Sulsel, Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Sulsel